Nostalgia Review adalah review dari game, anime, movie, novel lama yang saya pernah nonton, mainkan, atau baca. saya akan menjelaskan lebih detil dan mendalam, karena itu Review ini akan spoiler. You been warned…
Zen :
“Saya Pertama Kali main Tales of
The Abyss itu saat saya di Malang dan saya melihat teman saya memainkannya,
saya jadi ingat Star Ocean. Karena sistemnya Realtime fight. Kalau Herjuno sendiri, pertama kali kenal
Tales of the Abyss kapan?”
Herjuno :
“Kapan pertama kali kenal Tales
of the Abyss? Kalau nggak salah, sekitar tahun 2007-2008”
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/7/76/Talesoftheabyss_us.jpg |
Zen :
“Tahunya dari mana? Dari temen,
dari rekomendasi misalnya?”
Herjuno :
“Waktu itu, saya memang lagi suka
dengan J-RPG yang--kriterianya--"memiliki ilustrasi anime", seperti
Radiata Stories dan Steambot Chronicles (keduanya di-publish oleh Atlus,
omong-omong). Saya memilih game ini sendiri sebenarnya juga bisa dibilang
kebetulan, karena, well, saya suka premis dan ilustrasinya saja ketika sedang
mencoba-coba game di tempat penjualan game. Waktu itu, di toko game kan boleh
mencoba game, jadi saya, sekali lagi, kebetulan menemukan Tales of The Abyss. Sepertinya, ketika mencoba, saya tertarik
dengan environment-nya, dan juga battle system-nya. Saya sempat mencoba sampai
tutorial battle-nya, dan saya merasa tertarik.”
Zen :
“Sementara saya saat itu pinjam
sama teman. Soalnya game ini sama sekali tidak pernah terlihat di kotaku. Jadi
saya coba dan tertarik sekali, Ingat tutorial sama si Van. Premis awal cerita kita langsung
dibawa tentang sejarah Fonon dan Dewi yang ada di luar angkasa itu. Siapa lagi
namanya?"
Herjuno :
“Yulia secara sekilas dia tampak
sebagai Dewi Fonon.”
Zen :
"Mari kita bicarakan soal
Gameplay. Dari Menu screen yang ada. Saya harus bilang, saya agak merasa
terbatasi karena inventory hanya bisa menampung 16 item per jenis. Menurut
Herjuno bagaimana? Sementara Star Ocean saja maksimal 20 Item Per Jenis."
Herjuno :
“Iya, makanya. Tapi, regardless,
bagi saya, ada item yang kalau 16 saja nggak cukup: Magic Lens. Tidak seperti
game-game RPG lain, Tales of The Abyss (atau game Tales secara umum) tidak
secara otomatis menampilkan status dari musuh kita--bahkan meskipun musuh itu
bukan boss. Secara otomatis, jika kita ingin mengetahi status musuh (seperti HP
dan kelemahannya), kita perlu mengandalakan Magic Lens. Nah, makanya, Magic
Lens itu, bagi saya, termasuk item penting yang perlu bisa dibawa banyak dalam
sekali angkut. :3”
Zen :
“Hehe, Yah inventory yang
bener-bener dibatasin itu salah satu kendala di dalam game ini. Apa lagi saat
kita suka melakukan Combo magic dan attack. Energi karakter akan cepat sekali
habis karenanya dan tidak ada suppli jika kita terlalu jauh di dalam Dungeon.
Tapi, setidaknya Energi karakter bisa bertambah jika kita menyerang tanpa
menggunakan skill.”
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/7/79/Tales_of_the_Abyss%E2%80%94Gameplay_2.jpg |
Herjuno :
“Ya, memang, untungnya bisa
regenerasi, jadi tidak perlu mengandalkan item.”
Zen :
“Game ini juga memberikan Fighting mode yang benar-benar nyaman yaitu no random battle. Musuh akan kita lawan jika kita sentuh dan terlihat. Tidak sekedar jalan dan BUM. Random Encounter. Bahkan ada Item yang bisa membuat musuh menjauh, bagi saya itu sangat-sangat bagus.”
“Game ini juga memberikan Fighting mode yang benar-benar nyaman yaitu no random battle. Musuh akan kita lawan jika kita sentuh dan terlihat. Tidak sekedar jalan dan BUM. Random Encounter. Bahkan ada Item yang bisa membuat musuh menjauh, bagi saya itu sangat-sangat bagus.”
Herjuno :
“Iya. Tales of The Abyss itu
termasuk tipe game yang memungkinkan kita untuk memilih musuh mana yang akan
kita lawan. Jadi kita bisa bisa menghindari musuh-musuh yang levelnya jauh di
atas kita untuk menyelamatkan diri (dan menghemat item) atau jauh di bawah kita
untuk menghemat waktu”
Zen :
“Sementara untuk genre PS 2,
sistem battle mode-nya amat inovatif. Ada empat karakter yang playable, bisa
mengendalikan salah satu karakter, bisa kombinasi serangan dan skill, dan
karakter yang tidak dimainkan juga dapat EXP walau separuh EXP-nya. Jangan lupa saat memenangkan battle, kadang
terjadi percakapan lucu. Salah satu yang paling memorable adalah percakapan
Anise dan Jade soal kenapa Jade begitu kuat.
kalo menurut juno, sistem battle game ini bagaimana? Saya sih, merasa
amat aktif. Karena ini sistem realtime. Bahkan bisa multi player sampe 4 player”
Herjuno :
“Battle dalam serial Tales itu
memiliki sistem unik yang membedakannya dengan battle lain. Nama dari sistem
battle ini kan Linear Motion Battle System (LMBS) di mana pergerakan
karakternya hanya dibatasi dalam cakupan area dua dimensi (meski, nantinya,
kita bisa membawa para karakternya untuk bergerak ke sana kemari dengan tombol
tertentu). Selain movement, hal yang
saya sukai adalah personalisasi artes, baik karakter yang kita kendalikan
maupun tidak. Personalisasi artes
memungkinkan kita untuk melancarkan serangan seefisien mungkin; damage maksimal
dengan penggunaan TP yang efisien. Adapun
personalisasi artes bagi karakter lain berguna baik untuk menyerang (seperti
mendayagunakan elemen untuk mengaktifkan Field of Fonon) maupun untuk bertahan
(seperti penggunaan artes suportif seperti First Aid). Instruksi ke karakter lain untuk melancarkan
artes semacam Heal itu berguna jika kita mau menghemat atau sudah kehabisan
item-item penambah HP seperti Apple Gel.
Zen :
“Karena itu begitu banyak variasi
dalam sistem battle ToA. Itu membuatnya menarik. Tidak lupa tantangan dalam
game bisa disesuaikan. Mau Easy, Medium, Hard, Bahkan Very Hard. Boss Battle
juga epik dan menantang. Over Drive dan Mystic Arts yang keren abis.”
http://i1.ytimg.com/vi/37NdUGyBpeQ/hqdefault.jpg |
Herjuno :
“Ah, ya, itu. Sebenarnya ini
merupakan sistem yang jamak dalam J-RPG sih (seperti Limit Breaks dalam serial
Final Fantasy), tapi memang, setiap game punya sistem yang khas. Favorit saya itu punya si Jade.”
Zen :
“Oke, sekarang kita ke Grafis. Grafis
dari Tales of the Abyss adalah Anime Style dengan lingkungan 3D. Gambarnya
terkesan halus dan nyaman dipandang. Juga repsentasinya pada setting sesuai
sekali. Kalau menurut Herjuno gimana
soal grafisnya?
http://farm8.staticflickr.com/7058/6811127078_3f1d8d5192_n.jpg |
Herjuno :
“Setahu saya serial Tales memang identik
dengan wana-warna cerah, jadi enak dipandang.
Apalagi ada sisipan anime sebagai alternatif
FMV, jadinya lebih variatif. Saya juga
suka desain karakter dan kostumnya--terlebih kita juga bisa mengganti-ganti
kostum dari karakter. Untuk representasi
setting, saya suka penggambaran dari setiap daerah/kota. Tampak memiliki ciri
khas masing-masing. Sebagai contoh
Chesedonia yang merupakan kota padang pasir itu digambarkan dengan baik dari
segi bangunan-bangunan dan terrain-nya (gersang dan dominan warna cerah). Hal
ini dapat dikontraskan dengan City Of Yulie Jue, yang ddidominasi dengan warna
yang suram (ungu) sehingga suasananya beda.”
Zen :
“Yah, saya setuju soal itu. Sekarang
kita lanjut ke Story. Menurut saya Story
dari Tales of the Abyss is Legendary.
Bermula dari Kisah Luke Fon Fabre yang seorang Douchebag, yang
pelan-pelan mulai belajar untuk saling mengerti dan jadi Hero. Jujur saja, saya kesal sekali sama Luke, saya
bahkan berpikir, “Is this really our hero?”
yah seperti itulah. Juga kita
bincangkan tentang judulnya, Kisah tentang Abyss. Abyss di sini maksudnya apa,
Herjuno?”
Herjuno:
“Pertama,
saya bicarakan judul dulu. Menurut saya, "abyss" ini mungkin mengacu
kepada Qliphoth, realm yang ada di bawah Outer Land.
Dari
penampilannya saja Qliphoth kan memang sudah tampak "suram", terutama
karena pengaruh miasma yang mengelilinginya.
Tapi, kenapa
Abyss, dan bukannya, semisal, Kimlasca atau Mallkuth begitu, saya kurang tahu.”
Zen :
“Menurut saya sih, justru Abyss
di sini adalah Miasma. Karena kisah ini fokus dalam melenyapkan Miasma dari
seluruh dunia.”
http://25.media.tumblr.com/tumblr_lftyjg3JB41qgvvtno1_500.jpg |
Herjuno :
“Bisa Jadi. Jadi cerita Tales of The Abyss intinya adalah
Dimulai dari karakternya, Luke fon Fabre yang memiliki karakteristik antihero
(sombong, manja, mau menangnya sendiri).
Tapi di sepanjang cerita dia menyadari sifat buruknya itu dan mau
berubah. Sampai kemudian, ia menemukan
siapa sebenarnya sendiri, which is, actually rather a surprise. Memang, dengan penempatan Luke sebagai
karakter utama, penyampaian plot-konflik menjadi lebih meaningful. Tales of The
Abyss sendiri mungkin satu dari beberapa game yang pernah memainkan yang
memiliki pesan moral yang banyak. We can virtually learn something from each
character. Impresi? Seperti yang saya
bilang, plotnya tertata--baik dari segi plot utama maupun subplot. Saya sendiri
memang suka tipe cerita yang setiap karakternya memiliki peran. Tales of The
Abyss merupakan salah satu cerita yang memiliki karakteristik seperti itu.
Mungkin, dari segi worldbuilding, ada beberapa informasi yang dijejalkan untuk
menjelaskan konsep dunianya, tapi dengan konsep yang bervariasi dan sebanyak
itu, mungkin cukup wajar bagi saya.”
Zen :
“Game ini juga menyajikan banyak
twist-twist yang tidak terduga sepanjang cerita. Setiap karakter punya twist.
Tidak sekedar Good vs Evil. Lebih dari itu. Motif kedua pihak adalah demi
kebaikan dunia menurutku. Soal story, saya tidak ragu memberikan game ini nilai
penuh. Sekarang kita bicarakan soal karakter. Kalau menurut Juno, karakterisasi
dan peran karakter di game ini bagaimana?
Spoiler Alert
Herjuno :
“Mulai dari Luke. Luke memulai perannya sebagai seorang putra
bangsawan yang sombong, manja, dan seenaknya sendiri (spoiled brat). Dia juga emosional, dan cenderung tidak mau
mengakui kesalahannya, bahkan setelah apa yang terjadi di Akzeriuth. Namun,
setelah teman-temannya meninggalkannya, dia mulai sadar bahwa perilakunya
selama ini salah, dan dia mau berubah.”
Zen :
“Perubahan karakter dan alasan
dia berubah itu adalah sesuatu yang perlu dipelajari oleh gamer. Intinya setiap orang harus bisa berubah jadi
yang lebih baik. Sekarang ke Tear. Menurut
saya Tear ini, karakternya unik sekali. Dia cool chick, yang agak2 tsundere,
tapi dia mudah terenyuh sama yang lucu. Cute
lover."
http://i34.photobucket.com/albums/d143/talesofharmonia/tofg225toa12.jpg |
Herjuno :
“Memang, tampak ketika ia pertama
kali bertemu dengan Mieu.
Kalau aku tidak salah, Tear itu
kan salah satu dari official di Order of Lorelei.
konfliknya sendiri menarik: 1.
Atasannya adalah Grand Maestro Mohs (antagonis) 2. Kakaknya adalah Van
(antagonis juga). Tapi dia membenci Van
dan ingin membunuhnya. Intinya, dia ini
tipe karakter yang enak buat dieksplorasi karena harus memilih sisi mana yang
perlu diambil. Sebenarnya goal-nya kan simpel: Membunuh Van. Tapi menjadi tidak
simpel karena keseret-seret Luke.
Eh, mungkin tidak sampai
membunuh; cuma sampai menghentikan Van. Even the antagonists are splitted.
Relasi intercharacter ya. Memang
sih, kalau--biasanya--di awal-awal digambarkan kalau karakter utama cewek itu
lemah dan karakter utama cowok itu kuat. Di Tales of the Abyss sebaliknya;
karakter utama cewek kuat dan karakter utama cowok lemah. Ini mungkin juga menambah
keunikannya.
Di awal-awal loh. Di bagian
akhir, tetap saja ditampilkan sisi kuat dan lemah dari tiap karakter.
Zen :
“Yah, developer memang intens dalam membangun setiap karakter yang ada di game ini. Semua berperan baik juga punya keasikan untuk dieksporisasi. Lanjut ke karakter favorit mayoritas orang di Tales of the Abyss. Jade Curtis. Kalau Herjuno pikir si karakter yang bener-bener unik ini gimana?”
“Yah, developer memang intens dalam membangun setiap karakter yang ada di game ini. Semua berperan baik juga punya keasikan untuk dieksporisasi. Lanjut ke karakter favorit mayoritas orang di Tales of the Abyss. Jade Curtis. Kalau Herjuno pikir si karakter yang bener-bener unik ini gimana?”
Herjuno :
“One thing: his past is strong.
Memang, sih, setiap karakter di Tales of the Abyss memang punya masa lalu
masing-masing, tapi, menurut saya, Jade ini yang masa lalunya kuat. Intinya, di balik sifat dan lelucon
sarkastisnya, ada masa lalu yang suram. Dia juga jadi penyeimbang Luke yang
serba-tidak-bisa. kalau Luke-Tears itu
humor relationship, Guy itu dengan fobianya, dan Anise dengan sifat matre &
kekanakkannya, Jade itu dengan sifat cool dan humor sarkastis.”
http://i149.photobucket.com/albums/s72/Natalia_Luzu/Tales%20of%20the%20Abyss/Anise%20Tatlin/Anise_JadeNovel.jpg |
Zen :
“Kesimpulannya karakterisasi di
game ini amat sangat menarik. Intinya
para developer sudah mempersiapkan game ini harus punya karakter yang memorable
dan unik. Tidak sekedar motif dan peran
karakter, tapi juga sifat mereka unik satu sama lain. Tidak ada yang sama. That’s really awesome.
Itulah percakapan antara saya dan
teman saya yang sesama fans dari game Tales of the Abyss. Sekarang saya lanjutkan review ini berdasar
perskpektif saya pribadi. Tales of the
Abyss adalah game favorit saya sejak pertama kali saya memainkannya. Mayoritas saya sudah sebut di atas dalam
percakapan saya dengan Herjuno.
Tales of the Abyss adalah transisi
Tales series dari Linear combat system menjadi 3D Free Run Combat System. Keputusan ini cukup kontroversi.
Game ini dibuat oleh tim Namco
Bandai, disutradarai oleh Yoshito Higuchi, diproduseri oleh Makoto
Yoshizumi. Artist-nya adalah Kosuke
Fujishima.
Kisah dimulai dari Luke Fon Fabre
seorang anak dari Duke Fabre. Dia
belajar dari guru ahli pedangnya Van.
Kemudian kemunculan Tear Grants yang menyebabkan petualangan Luke
terjadi. Luke adalah seorang yang
terisolasi dari dunia luar dan Tear adalah yang membuat Luke mulai membuka mata
tentang dunia luar.
Luke awalnya adalah seorang karakter
yang menyebalkan siapapun yang memainkan game ini. Dia orangnya egois, tidak peduli sama orang
lain, juga bersikap benar-benar seenaknya.
Tidak punya tata krama lebih tepatnya.
Terutama saat Luke pergi ke sebuah
lokasi pertambangan bernama Azkeriuth, aku yakin semua gamer yang main game ini
merasakan betapa menyebalkan Luke and
really want punch him at the face. Namun, di sana pula Luke mendapati
tentang siapa dirinya dan akhirnya mulai berpikir untuk berubah. Di sinilah juga game mulai tampak menunjukkan
sisi Hero si Luke.
Kalau kalian main game ini, saya
rasa mayoritas paling jarang memakai si Natalia, well I see in this game archer
is quite sucks in this game. Sering
mengalami miss target. Namun, di sisi
karakter Natalia adalah karakter yang saya sangat suka. Dia sebagai princess benar-benar bersikap
sebagai seorang princess. Ada adegan
saat Natalia menyerahkan sepenuhnya hak nikahnya pada sang Ayah karena dia mau
melayani negerinya (Baticul) sebaik-baiknya.
Jujur saja, sangat jarang ada cerita tentang princess-princess dari
game, movie, manga, anime yang bersikap demikian. (as I know).
Kisah cinta Natalia dan Asch juga sangat menyentuh. Natalia tumbuh dalam kebohongan, twist-twist
yang sangat mengejutkan, juga kisah cintanya dengan Asch yang penuh dengan
intrik, namun dia tetap menjaga dirinya untuk tetap tangguh demi orang-orang di
sekitarnya.
http://prntscr.com/2ug8qp |
Guy Cecil adalah karakter unik lain yang phobia dengan cewek, awalnya banyak yang menduga ini hanyalah lelucon buatan developer. Itu sering terjadi di banyak cerita, tapi tidak untuk yang satu ini. Karena Guy punya alasan khusus kenapa dia phobia dengan cewek.
http://media.animevice.com/uploads/0/36/27354-guy_large.jpg |
Plot dan twist di game ini sangat
menarik di mana setiap karakter punya alasan masing-masing di dalam quest baik
antar villain dan juga antar sesama Ally.
Motif kedua belah pihak ini tidaklah jauh berbeda tujuannya tapi mereka
punya metode yang berbeda. Kenapa tim
villain ikut dengan si Super Villain?
Alasan mereka kuat. Hingga
sepanjang memainkan game ini sangat menarik untuk melihat bagaimana pertumbuhan
karakternya terutama dalam segi moralitas.
Sepanjang game, semakin jauh
diikuti, semakin menghanyutkan. Tidak
lupa dengan humor-humor segar yang lucu, baik di dalam skit-skit maupun di
cutscene. Beberapa NPC juga sangat
likeable. Saya sangat suka dengan Noelle
si Pilot Albiore II. Kadang-kadang saya
bahkan mau buat cerita khusus untuk dia (fanfic gitu).
Seperti yang saya dan Herjuno
bicarakan di atas. Bagaimana tim
developer membangun chemistry antar karakter sangatlah baik. Beberapa RPG lain kadang-kadang alasan
karakter ikut dalam quest sangat simple dan tidak kuat. Bahkan kadang ada yang hanya tidak sengaja
bertemu dan ikut dalam quest.
Game ini juga banyak Side-quest yang
ada hanya untuk senang-senang ada juga yang memang membuka subplot dari cerita
utama. Salah satunya adalah side-quest
dari Nebilim. (damn that one really take
forever), Cecille and Frings Quest yang sangat menyentuh, beberapa quest
bertingkat yang asik dan reward dari quest-quest tersebut ada beberapa yang
sebenarnya kecil, ada pula yang benar-benar sangat menyenangkan. (kostum dan item-item special).
Musik di game ini juga sangat
memorable dibuat oleh Motoi Sakuraba, Shinji Tamura, Motoo Tamura. Setiap kota punya tema masing-masing, setiap
dungeon juga punya musik-musik sendiri.
Selain itu ada juga musik tambahan dari Bump of Chicken yaitu Karuma
sebagai opening dan juga ada beberapa remix di dalam game.
Voice acting di game ini sebenarnya
cukup bagus tapi tetap masih kurang memuaskan seperti versi Jepangnya. Ditambah lagi ada banyak voice yang hilang di
dalam game. Skit, Opening Song, dan juga
beberapa kurang ekspresif. Jika kalian
mau benar-benar sepenuhnya merasakan pengalaman dari game ini, main versi Undub.
Kapanpun saya memainkan game ini,
yang rasakan adalah marathon of epicness.
Walau ada beberapa keluhan saya seperti no skip scene feature.
Tentu saja Tales of the Abyss is… .
Amazing because It's Epic |
Terima kasih sudah membaca review
ini, saya berterima kasih pada Herjuno Tisnoaji yang sudah menemani saya di
review ini, sori saya lama baru bisa posting.
Jadi apa kalian sudah pernah mencoba memainkan game ini dan apa pendapat
kalian? Komen di bawah dan dengarkan apa
kata Yui di samping =>
Sampai jumpa hingga saya memikirkan
sesuatu yang lain lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar