Sabtu, 01 November 2014

What Yulian Thinks about Romeo and Juliet (2013)? (Movie)



Siapa sih yang nggak kenal dengan kisah tragedi Romeo dan Juliet? Kisah drama karangan William Shakespeare ini dikenal hampir semua orang di seluruh dunia ini. Konon William Shakespeare menulis kisah ini didasarkan pada tragedi Yunani Pyramus and Thisbe serta dari cerita Italia berjudul The Tragical Story of Romeus and Juliet yang ditulis Arthur Brooke dan diterbitkan pada 1562. Kemungkinan kisah ini ditulis antara tahun 1591 sampai 1595 dan diterbitkan antara tahun 1596 atau 1597. Kisah ini adalah satu dari sekian banyak drama karya William Shakespeare yang berulangkali diadaptasi baik dalam pementasan drama, balet, opera maupun film-film beberapa kali baik yang produksi Hollywood maupun non-Hollywood, yang paling terkenal di antaranya adalah versi tahun 1968 arahan sutradara Franco Zeffirelli dengan memasangkan dua bintang muda yang langsung tenar setelah film tersebut menjadi hit di masanya yaitu Leonard Whiting dan Olivia Hussey; dan pada tahun 1996 dengan sutradara Bahz Lurhmann dengan memasangkan Leonardo DiCaprio sebagai Romeo dan Claire Danes sebagai Juliet yang lagi-lagi jadi hit pada masanya. Setiap adaptasi unik dan memiliki ciri tersendiri. Nah begitu pula dengan adaptasi yang satu ini keluaran tahun 2013 kemarin, di bawah arahan sutradara Carlo Carlei.

Coba kita simak sama-sama.





Plot
Di kota Verona yang indah, hidup dua keluarga yang bermusuhan dan bersaing yaitu Montague dan Capulet. Mereka sama-sama kaya, berkuasa dan punya pengaruh. Perseteruan yang tak jelas pemicunya ini makin meruncing saja dari generasi ke generasi bahkan sampai kepada setiap anggota keluarga termuda dan para pelayannya. Ketika keributan kembali terjadi di tengah kota dan menyebabkan banyak warga sipil terluka, maka Komandan kota Verona, Escalus (Stellan Skarsgard) mengeluarkan peringatan baik bagi keluarga Lord Montague dan istrinya (Tomas Arana dan Laura Morante) atau Lord Capulet dan kerabat istrinya (Damian Lewis dan Natasha McElhone) bahwa siapapun dari anggota keluarga mereka yang kedapatan berkelahi lagi di muka umum atau sampai membunuh lawannya akan dihukum mati.

Romeo Montague (Douglas Booth) putra keluarga Montague satu-satunya, tak terlibat dalam peristiwa itu karena ia lebih suka memahat di studionya dan melampiaskan cintanya yang tak kesampaian pada Lady Rosaline (Nathalie Rapti Gomez) dengan memahat patung gadis itu. Melihat keadaan Romeo yang memprihatinkan, Benvolio (Kodi Smit-McPhee) menasihatinya supaya melihat kenyataan bahwa Rosaline tidak membalas perasaannya dan ia harus berusaha melupakan gadis angkuh itu dan mencari cinta gadis lain. Kesempatan itu datang ketika Romeo tak sengaja membantu pelayan keluarga Capulet (Matt Patresi) agar membacakan nama-nama tamu undangan yang ditulis tuannya dalam daftar sebab ia buta huruf. Romeo membaca Rosaline akan diundang ke pesta keluarga musuhnya sehingga ia dan Benvolio berinisiatif hadir meski jelas tak diundang.

Sementara itu di rumah Keluarga Capulet, Juliet Capulet (Hailee Steinfeld) yang polos dan naïf hendak dijodohkan oleh kedua orangtuanya dengan Count Paris (Tom Wisdom) yang tampan dan kaya meski sebetulnya ibunya agak sedikit keberatan karena ia menganggap putrinya masih terlalu muda. Juliet yang masih kekanak-kanakan sebetulnya sama sekali tidak punya pikiran atau niatan untuk menikah walaupun ibu dan pengasuhnya (Lesley Manville) mengatakan Count Paris pria yang kaya, terpandang, baik, tampan dan sangat mencintainya.

Pada malam harinya, pesta dansa berlangsung meriah. Karena ini pesta topeng, semua yang hadir tak akan dikenali begitu pula Romeo, Benvolio dan Mercutio (Christian Cooke) yang menyusup masuk ke rumah musuh bebuyutan keluarga mereka. Di pesta itulah, Romeo melihat Juliet untuk pertama kalinya dan ia langsung jatuh cinta dengan Juliet dan begitu pula sebaliknya. Sayangnya Tybalt (Ed Westwick) sepupu Juliet, mengenalinya dan nyaris bentrok jika tidak ditahan oleh Lord Capulet dan istrinya, yang juga adalah bibi Tybalt, sebab Capulet tidak mau ada keributan yang bisa membuat namanya tercoreng lagi. Tybalt yang tidak terima memendam kemarahan dan berniat melampiaskannya dengan menantang Romeo tanpa sepengetahuan bibi dan pamannya.

Larut malam setelah pesta, Romeo dan Juliet bertemu secara rahasia di balkon kamar Juliet dan mereka saling mengutarakan cinta dan berjanji untuk bertemu di gereja keesokan paginya agar dinikahkan secara diam-diam oleh Pastur Lawrence (Paul Giamatti). Pastur Lawrence yang mendengar penuturan Romeo soal cintanya pada Juliet semula menegur pemuda itu untuk tidak sembarangan mengartikan cinta sesaat dengan cinta sejati apalagi sampai mencintai putri musuh keluarganya, namun melihat kesungguhan Romeo untuk menikahi Juliet, Pastur Lawrence akhirnya setuju lagipula ia melihat mungkin inilah jalan untuk mengakhiri perseteruan kedua keluarga muda-mudi tersebut. Ketika akhirnya Juliet datang dengan didampingi bibi pengasuhnya yang menjadi saksi pernikahan mereka, mereka pun akhirnya resmi dinikahkan oleh Pastur Lawrence.

Namun, kegembiraan Romeo atas pernikahannya dengan Juliet berubah menjadi malapetaka ketika ia tidak sengaja membunuh Tybalt akibat kemarahan sesaatnya ketika ia tahu Mercutio, sahabatnya, mati dibunuh oleh Tybalt. Pembunuhan ini mengakibatkan Pangeran Escalus memutuskan untuk mengusir Romeo selamanya dari Verona sehingga Romeo harus berpisah dari Juliet untuk sementara waktu.

Kesedihan Juliet akibat kematian Tybalt dan kepergian Romeo ke Mantua, makin menjadi-jadi ketika dia tahu ayahnya memaksanya untuk menikah dengan Paris segera dua hari kemudian. Lord Capulet mengancam akan mengusir Juliet ke jalanan jika ia tak mau menuruti perintah sang ayah. Lord Capulet terpaksa berbuat demikian sebab dengan kematian Tybalt sebagai satu-satunya keturunan laki-laki keluarganya, ia tak lagi punya ahli waris sehingga jika Juliet menikah dengan Paris dan memiliki keturunan, maka garis keluarga Capulet tak akan terputus. Juliet yang putus asa dan tidak punya jalan keluar lain akhirnya mendatangi Pastur Lawrence untuk meminta petunjuk dan berkat sang pastur yang bijak dan cerdik, ia pun mendapatkan sebuah jalan keluar yang brilian, hanya saja penuh resiko dan dapat berakibat fatal baik bagi dirinya, Romeo suaminya maupun bagi Pastur Lawrence sendiri…

Ulasan

Saya nggak akan panjang lebar lagi deh soal plotnya. Semua orang sudah tahu ceritanya, semua orang tahu juga gimana akhir ceritanya juga.             

Banyak orang menyangka ini cuman kisah asmara dua muda-mudi yang berujung petaka dengan kematian mereka, tapi sebetulnya kisah Romeo dan Juliet lebih dari itu. seenggaknya itulah yang saya tangkap dari film adaptasi terbaru keluaran 2013 lalu dari kisah tragedi terkenal ini di bawah arahan sutradara Carlo Carlei. Romeo dan Juliet adalah korban. Begitu pula halnya dengan Tybalt maupun Mercutio dan Paris. Mereka adalah anak-anak malang yang sebetulnya menjadi korban keegoisan orangtua dan keluarga mereka. Mereka semua anak-anak korban indoktrinasi orangtua/orang yang semestinya menjadi panutan mereka, yang diajari untuk membenci musuhnya tanpa alasan yang jelas sehingga melihatnya musuh di depan mata saja sudah cukup untuk bikin mereka menyerang meski si musuh nggak ada niat untuk bikin ribut atau cari masalah. Dan dalam kasus perjodohan paksa Juliet-Paris, itu juga umum terjadi pada gadis-gadis muda di masa lampau. Pada masa lampau, kehidupan anak perempuan tidak sebebas anak laki-laki dalam menentukan pilihan hidup termasuk soal jodoh. Mereka dianggap sebagai ‘properti’ milik ayah mereka. Gadis-gadis ningrat atau kerabat kerajaan dijodohkan dalam usia muda dan tidak punya hak menolak sebab bila menolak mereka akan diusir, dikucilkan atau bahkan dipaksa masuk biara untuk menjadi biarawati oleh sang ayah. Ada beberapa kasus yang malahan lebih ekstrem yaitu mereka dikurung layaknya orang gila atau bahkan dibunuh oleh sang ayah sendiri lantaran menolak perjodohan yang ditentukan ayah mereka. Sungguh miris. Selain pesan moral di atas ada beberapa hal lain yang tak kalah menarik dari beberapa segi.     

Berikut hal yang menarik yang saya temui:

Pertama, gaya bahasa dan plot. Problem utama yang biasanya dihadapi oleh aktor/aktris/sutradara/tim produksi dalam mengadaptasi drama ini adalah bahasa. Kenapa saya bilang gitu? Kalo ada yang pernah nyoba baca naskah Will Shakespeare, pasti nemui kendala utama di masalah bahasa dulu. Bahasa yang digunakan oom Will ini bukan bahasa Inggris baku ato bahkan bahasa slang seperti yang sekarang kita kenal. Bahasa inggrisnya kuno dan beda dengan yang sekarang. Ada banyak kosakata asing yang mungkin sekarang nggak masuk di bahasa Inggris modern seperti kata: ‘Thee’, ‘Thou’ atau ‘Thy’. Lalu kalimat-kalimatnya yang penuh dengan paradoks, metafora maupun parafrase yang sulit dimengerti. Jujur aja saya waktu membaca naskah asli Romeo and Juliet ini harus bolak balik baca catatan kaki di bagian bawah halaman untuk mengerti apa makna dari kalimat/dialog antar tokoh. Banyak aktris-aktor yang gagal memerankan tokoh Juliet-Romeo ataupun dalam drama adaptasi karya oom Will yang lainnya karena mereka tidak mengerti dan memahami makna dialognya dan hanya sibuk menghafal kalimat dialog-dialognya yang nggak gampang diingat itu. Nah, dalam adaptasi versi 2013 ini, saya ga usah puyeng-puyeng buka kamus atau naskah buat tahu aslinya karena penulis naskah nya Julian Fellowes (penulis naskah serial BBC teranyar Downtown Abbey) sudah menyederhanakannya sehingga mudah diterima dan dicerna oleh penonton modern, terutama oleh mereka yang mungkin masih awam dan baru belajar drama Shakespeare. Selain itu alur cerita/plot nya juga diatur agar pace nya cepat dan nggak bikin bosen. Ada beberapa penambahan minor yang nggak ada di naskah asli yang mungkin bertujuan menjelaskan alasan utama dari beberapa adegan dalam naskah untuk ngebuat cerita lebih masuk akal dan gampang diterima buat penonton modern seperti alasan Lord Montague memaksa Juliet menikahi Paris dengan segera atau menampilkan sekelumit rasa sayang dan peduli Tybalt pada Juliet ato kenapa pastur yang disuruh mengantar surat pada Romeo datangnya terlambat. Selain itu, ada satu adegan dalam naskah asli yang seringkali dihapus dari kebanyakan adaptasi filmnya, yaitu adegan kematian Count Paris yang ditampilkan sesuai naskah aslinya di film ini dan di sini menampilkan sedikit rivalry antara Paris dan Romeo meski nggak secara eksplisit. Intinya, salut bangettt buat pak sutradara Carlo Carlei karena bisa nampilin drama klasik dengan kostum klasik tapi dengan aroma dan sentuhan modern lewat dialog-dialognya yang sederhana dan tidak njlimet. Empat jempol juga deh buat Julian Fellowes untuk wonderful work nya karena sungguh nggak gampang buat mengerti apalagi menerjemahkan ulang serta menyederhanakan dialog-dialog sebuah naskah drama ternama jadi lebih mudah dipahami!!! Saya lihat banyak yang kritik bahwa film ini nggak mencerminkan drama ala Shakespearean hanya karena dialognya yang sudah disederhanakan. Oh come on, man! Kita ini sudah nggak hidup di jamannya oom Will Shakespeare jadi wajar lah kalau dialognya dirubah. Dialog kuno itu mungkin termasuk baru dan relevan di jaman nya Elisabethan dulu tapi rasanya janggal kalau diucapkan di jaman sekarang. Nggak semua orang paham, ngerti atau bahkan suka dengan dialog yang flowery begitu apalagi bisa mencernanya. Not everyone is a Shakespearean lover! Perlu ada perubahan sedikit agar bisa diterima oleh penonton masa kini. Lagipula plot dasar tetap sama, alur sama, tokoh sama hanya saja dialog dibuat lebih sederhana dengan tetap mempertahankan beberapa dialog kunci yang krusial dan esensial. What’s wrong with that?! Nggak ada yang dirombak total kok. Kalo dalam istilah saya sih hanya ‘dipoles dan dipernis’ supaya lebih cantik dan acceptable.

Lalu scenery dan kostumnya: superb! Keindahan kuno kota Verona, Mantua dan beberapa kota lain di Italia terekspos dengan bagus di sini. Bangunan-bangunan megahnya yang bergaya medieval dan gothic bikin mata betah banget mantengin layar sembari liat akting pemerannya, dan menambah kesan otentik dari filmnya yang memang bersetingkan Italia. Kostumnya juga mendukung banget dengan setingnya yang tradisional. Rupa-rupanya Carlo Carlei sepertinya ingin sedikit kembali bernostalgia dengan gaya penyutradaraan Franco Zeffirelli yang dulu pernah membuat film yang sama dengan nuansa klasik Eropa kuno.

Dan yang ketiga, pemeran-pemerannya yang cakep dan brilian! Duo pemeran utamanya, Douglas Booth dan Hailee Steinfeld sangat eye catchy sebagai Romeo dan Juliet. Kodi Smit-McPhee (pemeran putra Viggo Mortensen dalam film The Road) yang imut dan cakep sebagai Benvolio. Aktingnya si adik ini bikin seger mata dan dia bisa nampilin sosok Benvolio yang enerjik, muda tapi sayang banget sama sepupunya Romeo dengan pas dan wajar dan saya seneng deh mantengin wajahnya yang imut disamping aktingnya yang top abis! Dan Ed Westwick pas banget tampang dan aktingnya sebagai Tybalt, sepupunya Juliet yang gagah tapi pemarah dan gemar cari perkara. Bener-bener liat aktingnya saya jadi ngerasa, ‘Ih ini orang tu kok songong abis ya? Orang Romeo gak cari masalah kok ditantangin mulu!’ a great and talented actor! Dan Christian Cooke sebagai Mercutio sangat impresif apalagi nggak gampang juga meranin sosok Mercutio yang unik dan nyentrik:moody, humoris, agak pemarah, sinis dan penuh sarkasme serta kerap bercanda dengan melontarkan dialog-dialog panjang yang berisi dark humor; Lalu ada pemeran-pemeran senior yang sangat ciamik dalam membawakan perannya seperti kedua orangtua Juliet: Damian Lewis dan Natasha McElhone yang pas membawakan Lord dan Lady Capulet yang masih saling cinta meski sudah sama-sama berumur dan juga sangat sayang pada putrinya sampai-sampai mereka nekad memaksanya menikahi pria pilihan mereka karena mereka mengkhawatirkan nasib Juliet setelah mereka tiada nanti sedangkan Juliet tidak punya wali/pelindung yang bisa melindunginya nanti, tanpa tahu bahwa Juliet sudah menikah dengan Romeo secara diam-diam; Tomas Arana dan Laura Morante juga nggak kalah berwibawa dan anggun sebagai kedua ortu Romeo Cuma sayang porsi tampilnya nggak banyak sih. Lesley Manville sebagai bibi pengasuh Juliet juga sangat bagus performanya: menampilkan sosok si pengasuh sebagai wanita yang keibuan yang menyayangi Juliet melebihi ibu Juliet sendiri seperti dalam naskah aslinya; Dan yang paling mencuri perhatian saya di sini adalah Paul Giamatti sebagai Pastur Lawrence. Akting beliaunya ini bener-bener…extraordinary! Saat pertama ngebaca kisah Romeo and Juliet dalam bentuk manga  waktu SMA dan naskah teks Inggris pas kuliah dulu, saya selalu ngebayangin sosok pastur Lawrence itu sosok orang tua yang periang, bijak, pandai, baik hati juga sabar sekali pastinya karena beliau mau ngedengerin curhat nya si Romeo bolak balik soal cintanya yang ditolak Rosaline berkali-kali. Juga waktu nasehatin Romeo supaya nggak bunuh diri dan mikir ulang betapa sebetulnya hidupnya masih lebih beruntung saat pemuda itu kalap dan mencoba bunuh diri pada saat dia mendengar dirinya diusir dari Verona sehingga mesti berpisah dari Juliet dan dari orang tuanya; atau saat nganjurin Juliet buat pura-pura nerima lamaran Count Paris dan ngasih solusi yang luar biasa buat masalah mereka (meski ujung-ujungnya fatal sih), saya ngebayangin beliaunya ini pasti sosok yang betul-betul disegani. Dan Paul Giamatti sukses ngebikin saya percaya kaloFriar Lawrence is really him!

Soundtracknya yang digarap oleh Abel Korzeniowski juga cukup bagus dan mendukung suasana dengan menampilkan nuansa klasik sesuai dengan seting filmnya, beberapa malah ada yang mengingatkan saya sama soundtrack lawas dalam film Romeo and Juliet tahun 1968 yang dulu diaransemen oleh Nino Rota.

Tapi tetap saja, ada satu minor flaw yang saya juga liat dalam film ini.

Performa dan chemistry antara duo pemeran utamanya. Douglas Booth dan Hailee Steinfeld masih kurang menghayati peran mereka. Untuk Douglas, sebetulnya aktingnya lumayan, dia bisa nampilin sisi diri Romeo yang lembut dan perasa hanya aja saya kok nggak bisa merasakan sisi lain sosok Romeo yang enerjik, romantik, menggebu-gebu tapi juga spontan dan ceria, a man full of passion and life (seperti dalam performa Leonard Whiting maupun Leo DiCaprio dulu). Kadang ada momen di mana saya ngerasa aktingnya lempeng-lempeng aja. Begitu pun dengan Hailee Steinfeld sebagai Juliet. Kenaifan dan kepolosan Juliet nya cukup bagus tapi sisi kedewasaan Juliet, transisinya dari anak-anak menjadi wanita dewasa yang penuh gairah pada saat dia jatuh cinta pada Romeo itu nggak kerasa. Malah ada beberapa momen di mana saya ngerasa dia kayak orang lagi baca teks aja nggak ada penghayatan dalam dialognya =_=” (dan lagi-lagi, sori kalo saya mau nggak mau ngebandingin, performa dia sama performa Olivia Hussey, pemeran Juliet dalam film arahan Franco Zeffirelli tahun 1968 yang betul-betul bagus dan luar biasa). Selain itu, di antara mereka nggak kaya ada sesuatu yang spesial sebagaimana halnya suami istri muda atau remaja yang betul-betul saling mencintai. Apa ya? Kok rasanya seperti orang yang lagi akting pacaran aja ato dua sahabat baik yang pura-pura pacaran. Dan maaf-maaf banget lagi-lagi saya nggak bisa nggak ngebandingin mereka dengan performa dan chemistryyang bagus antara Leonard Whiting-Olivia Hussey ataupun Leo DiCaprio-Claire Danes. Pun juga dengan scene endingnya yang rada-rada nggak nyentuh meskipun lagi-lagi ketutup dengan performa Paul Giamatti yang meyakinkan!

Ringkasnya, kalo pecinta Shakespeare sejati saya rasa mungkin tidak bakal suka dengan yang satu ini (seperti yang saya lihat dalam banyak review di IMDb dan beberapa situs lainnya) bahkan malah akan mem ‘boo’ kan adaptasi yang satu ini, karena dianggap sebagai film yang sangat ‘non Shakespearean’ meski temanya sangat Shakespearean. Tapi untuk mereka  yang mengajar kelas literature dan ingin memperkenalkan drama Shakespeare dulu kepada murid-muridnya yang mungkin belum mengenal drama-drama karya Shakespeare, ini bisa jadi pilihan bagus yang tidak bikin ngantuk atopun bingung karena kendala di bahasanya yang njlimet.

Nah benar ato enggaknya penilaian saya, silakan anda tentukan dengan menonton filmnya sendiri oke? Sampai jumpa di review berikutnya!^^       


2 komentar:

  1. Wow Kebetulan saya belum nonton yang 2013. Ini ngingetin saya sama pentas drama yang pernah saya ikuti di kampus ;]

    BalasHapus
  2. saya setuju dengan anda. romeo dan juliet 2013 pada dasarnya bagus tapi masih kurang chemistry and kedua pemain utamanya. beberapa minggu
    lalu saya pertama kali menonton romeo
    dan juliet tahun 1968 dan it's very
    amazing. walaupun sudah lama tetapi
    akting para romeo dan juliet 1968
    memang sangat keren dan brillian.
    terutama kedua pemain utamanya maka
    tak heran jika filmnya sangat terkenal
    dan sukses pada masanya. menurut di beberapa artikel lain yang saya baca versi tahun 1968 inilah yg paling sesuai dengan naskah asli karya william shakespeare. bahkan sampai saat ini saya masih menonton berulang kali romeo dan juliet 1968 ini, performa para pemainnya membuat kita tidak bosan untuk menontonnya.

    BalasHapus