Selasa, 30 Desember 2014

What Zen Thinks about Winterflame? (Novel)

Saya sudah lama tahu novel ini akan terbit... Bahkan sejak dua tahun lalu. Saya sudah menunggu agar novel ini terbit dan akhirnya terbit saatnya untuk review Winterflame...

WinTerFlame... WTF :D



Winterflame adalah novel ketiga dari Fachrul Razi satu-satunya novelis Vandaria yang saya follow dan saya rasa penulis vandaria paling produktif dari yang lain.

Zen Best Movie 2014 The Raid 2 : Berandal

Well, saya rasa kalian sudah tahu kalau saya memilih ini.  So, saya tidak review ini saat keluar kemarin, karena saya rasa sudah banyak yang review.

Tapi, karena saya tidak menemukan film yang lebih enjoyable to revisit then this. Maka saya buat sebuah pengecualian untuk The Raid 2.





The Raid 2film ketiga dari Gareth Evans juga film ketiga yang dibintangi oleh Iko Uwais dan Yayan Ruhian.

Film ini adalah 2 tahun kelanjutan dari The Raid.  Kolaborasi Indonesia, Jepang dan sutradara dari Wales menyatu dalam satu film ini menjadi laga epik tahun ini dan membuat Hollywood mulai mempelajari kembali untuk membuat film laga lebih baik.  Capt. America 2 Winter Soldier belajar dari The Raid untuk membuat adegan laganya.

Cerita ini berlanjut dimana Rama diperintahkan untuk melakukan undercover mafia di bawah Bangun.  Di sinilah cerita dimana drama, aksi, crime thriller dimulai.

Banyak hal spesial di film ini, chemistry antara Ucok dan Rama sendiri membuat para Fujo screamin dan going apeshit...

Iko Uwais sebagai Rama menunjukkan peningkatan kemampuan akting di film ini dari dua film sebelumnya,  Ucok di sini adalah yang paling mencuri perhatian penonton karena karakter dirinya sebagai seorang yang melewati Ambisi dan Batasan.

Jujur saja, daripada Berandal, saya lebih memilih film ini berjudul Ambition and Limitation atau Ambisi dan batasan. Sebab itulah fokusnya, cerita dimana menunjukkan semua orang punya ambisi, tapi sadar diri bahwa ada batasan dimana kita tidak bisa lewati atau kita kena akibatnya.


Film ini amat komikal, bloody dan penuh dengan kekerasan yang seharusnya kita sudah duga sejak awal.  Selain menjadi tonggak membangun dunia crime Indonesia-Jepang, film ini juga menyajikan sebuah cerita yang menarik, terasa seperti God Father tapi lebih fokus ke dalam aksinya.

Laga di film ini sangat menarik untuk ditonton berulang-ulang kali, saya saja menontonnya 3 kali di bioskop dan berniat mencari DVD originalnya, bersama Edge of Tomorrow dan Guardian of The Galaxy.

Setiap karakter di film ini mengisi role-nya dengan baik. Walau banyak sekali karakter sampingan, agak membuat film ini jadi terlalu banyak karakter, tapi saya tidak masalah dengan itu.

Film ini sangat bersinar dengan menghadirkan tiga kickass villain yaitu Hammer Girl, The Assassin dan Baseball Bat Boy.  Tiga villain ini menunjukkan koreografi yang luar biasa dan semua adegan laga yang mereka tampilkan amat hebat.

The Assassin sebenarnya yang menurut saya paling menarik, dia tidak mengeluarkan satupun dialog di dalam cerita, oke... si Hammer Girl juga begitu tapi karena dia bisu.  The Assassin sama sekali tidak ada interaksi, dia hanya jadi total kickass villain.

Adegan kejar-kejaran di film ini bisa dibilang salah satu adegan yang terbaik.  Dimana mereka bisa menyajikan laga di luar dan di dalam mobil.


Walau begitu banyak yang membuat saya menikmati film ini, saya tetap sadar bahwa film ini banyak flaw-nya.

Beberapa adegan di film ini tidak masuk akal... uhuk... *salju* uhuk...

Ada saat karakter membuat sebuah mayat dengan batu, tapi tidak tenggelam. Ada pacing yang sangat lambat di bagian tengah tapi bagi saya tetap enjoyable. Ada polisi yang bertindak anarkis tiba-tiba... dan lain-lainnya. *masih nunggu Cinemasins buat sins untuk The Raid 2.

Saya sangat suka dimana film ini membuat para penonton sampai bertepuk tangan.  Yah, kita semua tepuk tangan di bioskop terutama di final fight antara Rama dan Assassin.


Ketika lihat ini di trailer saya yakin kalian semua sudah berharap aksi laga yang luar biasa dan itu tidak mengecewakan. Adegan pertarungan di final fight ini menjadi sangat sering dipilih sebagai best action scene.

Walau dengan flaw-nya, The Raid 2 tetap menjadi film favorit saya tahun ini. Semoga tahun depan film lebih keren dan saya tidak sabar untuk The Raid 3 yang sudah di setup sangat sangat baik di sini.

Tentu saja The Raid 2 is.. Amazepic.


Terima kasih sudah membaca top 10 movie tahun ini.

Saya masih menunggu Whiplash, Nightcrawler dan Birdman keluar di Indonesia. Semoga segera keluar.

Sampai jumpa untuk review selanjutnya untuk...

Winterflame.

Sabtu, 27 Desember 2014

End Year Special Top 10 (Zen) Best Movie 2014 (Part 3)

Akhirnya ujian laporan selesai... Huuuuaaahhhhhhh

Sekarang kita lanjutkan ke top 10 list-nya.

Nomor 4


"Aurelio."
"Yes, Sir."
"I heard you strike my son."
"Yes, Sir. I did."
"Can I ask you why?"
"He... steal John Wick's Car... and Killed his dog."
"...Oh..."

Jumat, 26 Desember 2014

End Year Special Top 10 (Zen) Best Movie 2014 (Part 2)

Well, mungkin saya emang pemalas. Karena hal begini saja saya split jadi 4 part?

Whew, peduli amat.

Let's get started.

Kamis, 25 Desember 2014

End Year Special Top 10 (Zen) Best Movie 2014 (part 1)

Halo semuanya, maaf atas lamanya saya tidak ada posting apapun belakangan ini. (PLP benar-benar minta perhatian super berlebihan Desember ini.

So, tahun ini jelas banyak sekali film-film keren. Karena itu ini tahun pertama saya membuat top 10 list untuk Zen Best Movie.  Ingat satu hal, ini adalah film-film yang saya tonton di tahun ini.  Jika kalian tanya dimana Interstellar, How To Train Your Dragon 2 atau 22 Jump Street tidak ada di sini, karena saya tidak menontonnya.

Saya akan bagi ini jadi 4 part. Setiap part akan mereview tiga movie dan Part terakhir akan saya sisihkan sendiri untuk best movie of the year yang saya bakal review lebih dalam lagi.  So, Here is my top 10 list best movie 2014 part 1.

Sabtu, 20 Desember 2014

What Khi-Khi Kiara Thinks about Revolt of Gumiho?

Setelah lama tidak posting, maaf karena laporan ini benar-benar menyita seluruh perhatianku.  Iyank alias Khi-khi Kiara mengisi kekosongan ini dengan review-nya yaitu Revolt of Gumiho. Enjoy...



Di review kali ini, saya akan membahas drama Korea, atau lebih populer dengan sebutan K-drama.
Umumnya dari segi cerita, K-drama tidak jauh berbeda dengan sinetron Indonesia. Setting rumah mewah, pasangan Si Kaya dan Si Miskin, cinta segitiga, bullying, dan sebagainya. Namun K-drama punya kelebihan, yaitu pendalaman psikologis yang mendalam di tiap karakternya.

Dari sekian banyak judul K-drama yang saya tonton, saya ingin mengulas salah satu yang sukses membuat saya kagum.
Grudge : The Revolt of Gumiho (Gumiho, Yeo-woo Nuidyeon / Tale of the Nine-Tailed Fox Child) adalah sebuah serial drama Korea dengan 16 episode, ditulis oleh Oh Sun-hyeong dan Jung Do-yeon serta disutradarai oleh Lee Gun-joon dan Lee Jae-sang, lalu disiarkan perdana di KBS pada tanggal 5 Juli 2010. Serial TV yang mengambil tema Horror, Thriller/Suspense, Angst/Tragedy, Supernatural, Gore, Romance dan Family ini dibintangi oleh sejumlah aktor dan aktris bertalenta, seperti Han Eun-jung, ditambah dua aktris cilik yaitu Kim Yoo-jeong dan Seo Shin-ae.

Sinopsis

            Pada dinasti Joseon, seorang wanita bernama Gu San-daek tinggal bersama suami dan putrinya, Yeon-yi, di sebuah pemukiman terpencil. Tapi setelah sang suami bunuh diri, karena penyesalannya setelah melanggar janji istrinya, Gu San dan Yeon-yi harus merantau, berkelana di hutan belantara untuk bertahan hidup. Sudah berkali-kali mereka terluka parah karena serangan hewan liar, sampai akhirnya mereka dibawa ke sebuah pondok perumahan milik Tuan Yoon Doo-soo karena tuduhan pencurian. Tuan Yoon terpikat dengan Gu San. Itu menimbulkan reaksi pada seluruh penghuni perumahan, terutama istri Tuan Yoon, Nyonya Yang.
            Gu San dan Yeon-yi diizinkan untuk tinggal di rumah keluarga Yoon, setelah mereka terbukti mampu menyembuhkan putri Tuan Yoon, Cho-ok, yang menderita penyakit parah dan misterius. Yeon-yi senang tinggal di sana, disayangi oleh Tuan Yoon yang sudah seperti ayahnya sendiri, dan menjalin hubungan dengan Tuan muda Jo Jung-kyu, putra hakim Jo. Tapi lambat laun, dia dan Ibunya merasa tidak tenang dan terancam. Mereka mengalami tekanan, seperti Nona Cho-ok yang menindas Yeon-yi karena cemburu asmara, Nyonya Yang dan selir Kye-hyang yang menyudutkan Gu San, dan yang paling berbahaya : Rencana rahasia Tuan Yoon.
            Menurut seorang Shaman (dukun) bernama Man-shin, penyakit Cho-ok hanya akan benar-benar pulih bila disembuhkan dengan hati (liver) anak manusia yang seumuran dengannya. Berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan, Yeon-yi lah gadis yang tepat untuk dijadikan pengorbanan sebagai obat Cho-ok. Mau tidak mau, Tuan Yoon menyiapkan ritual demi lancarnya upacara pengorbanan itu. Nyonya Yang juga setuju, apalagi saat itu Cho-ok kembali sekarat.
            Sementara itu, Yeon-yi mulai menyadari bahwa dirinya adalah Gumiho, siluman rubah ekor sembilan. Meski begitu, dia belum tahu tentang jati diri Ibunya yang juga seekor Gumiho.
            Rencana Tuan Yoon mulai terkuak. Hakim Jo, Gu San, dan seorang pria misterius yang menyukai Gu San, berusaha menggagalkannya, namun terlambat. Yeon-yi berhasil dibunuh.
            Apakah pembalasan dendam Gu San atas kematian putrinya akan terwujud? Apa identitasnya sebagai Gumiho akan terbongkar? Siapa Man-shin sebenarnya? Apa Yeon-yi akan bangkit kembali? Lalu bagaimana akhir riwayat keluarga Yoon?

Ulasan

            Hampir semua tema dalam serial ini adalah favorit saya, khususnya Mother-child Relationship dan Dark-Supernatural. Inilah yang membuat saya tertarik untuk mengikutinya meski tidak dari awal (saya mulai ikuti dari episode 13, kalau tidak salah). Tema moralnya juga berkesan. Bukan hanya tentang kiat seseorang menjaga keutuhan keluarganya, tapi juga mengingatkan bahwa bisa jadi, manusia lebih buruk daripada sosok monster-monster yang dikenal selama ini. Hal itu dijelaskan dari kewaspadaan Gu San. Dia sempat berpesan pada Yeon-yi, “Jangan pernah percaya pada manusia”. Dan kenyataannya, banyak yang mengkhianati dirinya dan putrinya demi berbagai kepentingan, padahal mereka tidak bersalah.
            Alur ceritanya runtut, mudah dimengerti. Bahkan penonton yang tidak menyaksikan dari awal masih bisa memahami keseluruhan ceritanya. Karena di tiap episodenya, biasanya terdapat flashback acak yang mengacu pada adegan-adegan sebelumnya, dan terhubung dengan adegan yang sedang berlangsung. Flashback itu bisa berupa cuplikan adegan atau penjelasan lewat dialog.
            Detail-detail adegannya terasa sangat nyata, meski ada beberapa yang terasa berlebihan, tapi sayang untuk dilewatkan sedetik saja. Mulai dari bagaimana Gu San bertransformasi menjadi Gumiho, cara dia menyembuhkan Yeon-yi dengan batu giok rubah, penderitaan delusional Cho-ok yang tengah sekarat, sampai proses pengorbanan Yeon-yi. Aksi pertarungan duel pun cukup sering disuguhkan, tapi gerakannya masih terasa kaku.


Di serial ini juga ditampilkan banyak intrik-intrik magis ala Korea kuno. Seperti pemanggilan roh dengan makanan yang dilumuri darah, serbuk pembuka kedok siluman, lengkap dengan pernak-pernik misterius. Adegan berdarah juga bertebaran di sepanjang cerita. Semua detail itu mampu menciptakan suasana penasaran, tegang, dan mencekam, namun juga mengharukan.
            Hanya saja saya kurang suka dengan episode-episode awal. Di situ intrik ala sinetron banyak bermunculan, terutama bullying yang menimpa Yeon-yi oleh anak-anak Tuan Yoon.
            Penempatan setting pada drama ini dirasa tepat. Pemandangan pegunungan rindang yang berbatu, beserta rumah-rumah adat Korea, busana tradisional dan adat istiadat orang-orang di sekitarnya, cukup membuat saya sering lupa bahwa itu hanya film. Pengambilan tiap scene pada kamera pun bervariasi dan sesuai dengan situasi pada adegan. Berguncang di saat-saat tegang, dan ada pula scene dari sudut celah ruangan sehingga wajah tokohnya terpantul di banyak sisi (ini biasanya saat konversasi rahasia di dalam ruangan).


Karena serial ini berkisah tentang siluman rubah, make-up khusus pasti dibutuhkan untuk membangun sosok jejadian tersebut, sementara efek animasi tidak banyak diandalkan di sini. Make-up Gu San dan Yeon-yi (dalam Gumiho mode) cukup mengerikan dengan lensa mata kekuningan dan bulu-bulu, walau masih terlihat palsu.

Salah satu hal yang paling menarik untuk diperhatikan pada serial drama ini, adalah penokohan dan akting para pemerannya.


Sang protagonis, Gu San-daek, adalah wanita yang sangat keibuan, penyayang, dan sigap dalam segala situasi. Pengalaman di alam liar membuatnya selalu waspada terhadap apapun dan siapapun. Meski dia kerap merasa tidak nyaman di mana saja, dia masih bisa ramah dengan orang yang nampak baik dan perhatian padanya, dan tidak ada kesombongan dalam dirinya. Namun bila sekali saja diserang, Gu San tidak akan segan untuk membalas berkali-kali lipat. Dia membenci setiap bentuk penindasan, apalagi menyadari bahwa dirinya yang seekor siluman bisa dianggap sebagai musuh bagi manusia lain.
            Gu San punya naluri keibuan yang kuat. Dia akan melakukan apapun demi melindungi Yeon-yi. Bahkan saat Tuan muda Jung-kyu mulai tahu identitas Yeon-yi, Gu San sempat berniat untuk melenyapkannya. Sebagai seekor Gumiho, indera pendengar dan penciumannya sangat sensitif, sehingga mudah baginya untuk mendeteksi ancaman di sekitarnya.

Han Eun-jung benar-benar menjiwai karakter Gu San dalam aktingnya. Sorot matanya yang mencolok ketika terancam, panik atau marah, kecemasan, teriakan dan tangisan yang menyayat hati saat kehilangan Yeon-yi, seringai senyumnya saat berencana balas dendam, semuanya bisa membawa jiwa penonton masuk padanya. Bentuk wajahnya yang panjang pun tampak sangat cocok dengan imej wanita siluman rubah. Cantik, tapi ada aura mistis di dalamnya. Tapi terkadang saya kurang sreg melihat dia menoleh ke belakang di situasi tertentu. Kesannya seperti dibuat-buat.


             Yeon-yi adalah gadis kecil yang polos, ceria, ramah dan murah hati. Dia senang bermain di alam liar, dengan bunga dan kunang-kunang. Dia juga pandai melukis. Dia ingin bermain dengan siapa saja, walau banyak yang menolaknya karena dirinya dianggap sebagai orang rendahan. Karena kepolosannya, Yeon-yi sulit untuk mencurigai orang-orang di dekatnya. Itu yang membuatnya sering berdebat dengan Ibunya yang menyuruhnya untuk berhati-hati. Sampai akhirnya dia dibunuh oleh Tuan Yoon, yang sudah dilihatnya sebagai pelindung. Bisa dibilang, dia adalah tokoh yang paling naas nasibnya di drama ini.
            Seperti Ibunya, Yeon-yi tidak akan mengampuni siapapun lagi bila sudah dikhianati. Dia pun akan menghukum orang yang menyakit Ibunya. Selain itu, Yeon-yi juga mewarisi sifat-sifat Gumiho dari Gu San, seperti indera pendengar dan pencium yang tajam. Tapi transformasinya tidak sedrastis Gu San.
             Pemeran Yeon-yi, Kim Yoo-jeong, sudah sering saya lihat performanya di beberapa serial TV seperti Dong-yi, maka wajahnya tidak terasa asing. Akting serta raut mukanya yang manis dan kalem, sangat mewakili kepolosan si anak rubah. Ketika marah dan sedih pun dia masih terlihat lugu, anggun dan menawan.


            Karakter Tuan Yoon Doo-soo adalah yang paling kompleks menurut saya. Sejatinya dia adalah seorang aristokrat yang bijaksana dan terbuka, sekaligus seorang Ayah yang baik. Dia usahakan banyak hal demi kesembuhan Cho-ok, dan dia sering menemani Yeon-yi. Bahkan dia pernah memberikan perangkat melukis untuk Yeon-yi. Tapi sifat naifnya bisa menjerumuskannya pada kejahatan besar.
            Dia terus disudutkan oleh istrinya yang juga cemburu pada Gu San. Tuan Yoon disiksa oleh dilema, antara Cho-ok dan Yeon-yi. Setelah membunuh Yeon-yi pun dia terus dihantui rasa bersalah dan tidak pernah tenang. Keterpaksaan itu, dorongan untuk tetap menyembunyikan perbuatan kriminalnya, serta tekanan dari banyak orang di dekatnya, membuat tindakannya semakin tak terkendali.
            Jang Hyun-sung mampu menampilkan sosok Tuan Yoon yang penuh kebimbangan dan tekanan. Wajahnya memaparkan aura hangat dan bijaksana, namun di saat-saat terdesak, dia bisa berteriak seperti orang gila dan mengayunkan pedangnya pada leher siapa saja.



              Nyonya Yang, istri Tuan Yoon, saya anggap sebagai tokoh yang paling menyebalkan di sini. Angkuh, diskriminatif, licik, dan ingin menang sendiri. Selalu merasa tinggi dan meremehkan orang lain, khususnya Gu San. Dialah yang terus mendesak suaminya untuk terus melakukan kejahatan, dengan dalih menjaga keutuhan keluarganya. Sisi baiknya, dia Ibu yang over-protektif pada Cho-ok. Dia pun rela dibunuh demi putrinya.
            Wajah Kim Jung-nan terlihat pas sebagai wanita bangsawan yang berusaha selalu menjaga martabatnya. Lembut, tapi juga punya tatapan mata tajam untuk mengintimidasi lawannya. Karisma keangkuhan Nyonya Yang juga dapat dia tampilkan.
             Yoon Cho-ok agak-agaknya mewarisi tabiat Ibunya. Diskriminatif, sombong, egois, dan manja. Dia nyaris selalu bicara kasar dan membentak pada semua orang, hanya akan berlemah-lembut pada kedua orang tuanya. Penyakit yang dideritanya pun tidak membuatnya sadar diri.
            Awalnya saya lihat dia sebagai bocah yang menjengkelkan. Namun di akhir cerita, saya malah kasihan padanya. Dia harus jadi korban atas kejahatan orang tuanya.
            Akting si cantik mungil Seo Shin-ae adalah salah satu yang paling membuat saya terpukau. Dia terlihat tegas saat marah, tapi juga memelas saat kesakitan atau sedih, dan menggemaskan di saat gembira. Yang paling mengagumkan adalah ketika dia harus memerankan dua karakter yang berbeda, yaitu Cho-ok dan Yeon-yi (di dalam cerita, Cho-ok sempat dirasuki roh Yeon-yi untuk beberapa lama).
            Saat menjadi Cho-ok, dia menampakkan muka jutek, seolah siap ‘menyemprot’ semua yang menganggunya atau tidak menuruti perintahnya. Dia juga senang menari-nari dan melahap permen dengan rakus.
            
           Ketika menjadi “Yeon-yi”, dia bisa berlaku lemah-lembut dan tenang. Raut wajahnya jadi lebih sendu. Tapi dia mampu beraksi sebagai anak siluman. Mencari jalan dengan pendengarannya, juga menyerang Tuan Yoon dengan penuh amarah dan dendam.
            Selain mereka, masih ada banyak tokoh yang menarik perhatian. Chun-woo si pengagum rahasia Gu San yang selalu rela berkorban, dukun Man-shin yang sulit ditebak, hakim Jo yang licik, dan para pelayan keluarga Yoon yang setia. Timbal balik masing-masing dengan dampak psikologis yang masuk akal, didukung dengan akting para pemeran yang mampu membangkitkan suasana depresif dan emosional. Sehingga para penonton mudah bersimpati pada mereka.
            Dialog antar tokohnya tidak murahan, tapi juga tidak terlalu puitis. Kerap berpanjang lebar, tapi pesannya tetap kuat untuk memancing hati penonton.
            Yang paling menyentuh hati saya di serial ini, tentunya adalah hubungan Ibu dan anak, antara Gu San dan Yeon-yi.             


             Ikatan batin keduanya sangat erat, saling menyayangi dan melindungi. Kebersamaan mereka pun diibaratkan oleh Gu San pada Yeon-yi, “Kemanapun jarum pergi, benang harus selalu ikut”. Gu San mengupayakan banyak hal agar mereka tidak terpisah jauh. Seperti memasangkan hiasan lonceng pada pakaian Yeon-yi, dan membuat nyanyian : “Kau ada dimana?”, “Aku masih jauh.”, sampai seterusnya.

            Mereka benar-benar membuktikan bahwa Ibu dan anak adalah satu jiwa yang tak dapat dipisahkan, sekalipun salah satunya telah mati.



           Kisah romansa juga disisipkan dalam kisah ini. Hubungan cinta Tuan Muda Jung-kyu dan Yeon-yi berjalan apa adanya, tidak berlebihan, namun tetap manis. Mereka banyak menghabiskan waktu di alam. Namun entah kenapa saya merasa chemistry mereka kurang ngena. Jung-kyu cukup tampan dan karismatik sebagai putra bangsawan, tapi saya lihat dia kurang cocok dengan Yeon-yi. Mungkin karena Yeon-yi masih terlalu kecil, atau karena Jung-kyu tipe pemuda yang lemah. Selama kencan, Yeon-yi yang sering menyelamatkan nyawa Jung-kyu. Dan saat Yeon-yi tewas, dia tidak bisa apa-apa, selain berteriak dan mengigau dalam tidurnya.
            Malah menurut saya, Yeon-yi lebih serasi dengan Yoon Chung-il, putra sulung selir Kye-hyang. Awalnya Chung-il begitu merendahkan Yeon-yi, tapi lama kelamaan dia bersimpati pada gadis kecil itu. Dia bahkan membela Yeon-yi habis-habisan di hadapan orang tuanya. Sayangnya pertemuan mereka kurang dieksplor. Sehingga yang terlihat adalah Chung-il yang terus memendam rasa pada Yeon-yi, pun setelah kematiannya.
            Satu hal lagi yang menghipnotis saya pada serial drama ini, adalah musiknya.
            Mayoritas BGM-nya bernuansa Korea kuno, lengkap dengan suara gendang dan seruling yang khas, tapi juga memiliki atmosfir kelam dan mistis yang menghantui juga menegangkan. Masing-masing dipasang pada adegan-adegan yang tepat, sehingga penonton semakin terbawa suasana. Misalnya dua BGM ini. (TRAILER)

          Paduan apik antara detail adegan, akting, chemistry, dan musik itulah yang membuat saya belum juga bosan menyaksikan setiap episode serial ini, walau sudah diputar ulang berkali-kali di channel LBS sejak lebih dari setahun yang lalu.


Karena itulah, saya akan bilang K-drama “The Revolt of Gumiho” ini AMAZEPIC! Mungkin saya tidak bisa merekomendasikan serial ini untuk yang tidak tahan terhadap horor atau adegan berdarah (gore). Tapi untuk yang menyukai hal-hal berbau magic/supernatural dan menginginkan ketegangan emosional sekaligus menyentuh hati, maka ini akan memberikan kisah yang tak terlupakan.

Sekian Guest review dari Khi-Khi Kiara... Terima kasih sudah membaca dan jangan lupa dengar apa kata Yui di samping.  Sampai jumpa sampai saya memikirkan sesuatu yang lain.