Setelah lama tidak posting, maaf karena laporan ini benar-benar menyita seluruh perhatianku. Iyank alias Khi-khi Kiara mengisi kekosongan ini dengan review-nya yaitu Revolt of Gumiho. Enjoy...
Di review kali ini,
saya akan membahas drama Korea, atau lebih populer dengan sebutan K-drama.
Umumnya dari segi
cerita, K-drama tidak jauh berbeda dengan sinetron Indonesia. Setting rumah
mewah, pasangan Si Kaya dan Si Miskin, cinta segitiga, bullying, dan
sebagainya. Namun K-drama punya kelebihan, yaitu pendalaman psikologis yang
mendalam di tiap karakternya.
Dari sekian banyak
judul K-drama yang saya tonton, saya ingin mengulas salah satu yang sukses
membuat saya kagum.
Grudge : The Revolt of Gumiho (Gumiho, Yeo-woo
Nuidyeon / Tale of the Nine-Tailed Fox Child) adalah sebuah serial drama Korea
dengan 16 episode, ditulis oleh Oh Sun-hyeong dan Jung Do-yeon serta disutradarai
oleh Lee Gun-joon dan Lee Jae-sang, lalu disiarkan perdana di KBS pada tanggal
5 Juli 2010. Serial TV yang mengambil tema Horror, Thriller/Suspense,
Angst/Tragedy, Supernatural, Gore, Romance dan Family ini dibintangi oleh
sejumlah aktor dan aktris bertalenta, seperti Han Eun-jung, ditambah dua aktris
cilik yaitu Kim Yoo-jeong dan Seo Shin-ae.
Sinopsis
Pada dinasti
Joseon, seorang wanita bernama Gu San-daek tinggal bersama suami dan putrinya,
Yeon-yi, di sebuah pemukiman terpencil. Tapi setelah sang suami bunuh diri,
karena penyesalannya setelah melanggar janji istrinya, Gu San dan Yeon-yi harus
merantau, berkelana di hutan belantara untuk bertahan hidup. Sudah berkali-kali
mereka terluka parah karena serangan hewan liar, sampai akhirnya mereka dibawa
ke sebuah pondok perumahan milik Tuan Yoon Doo-soo karena tuduhan pencurian.
Tuan Yoon terpikat dengan Gu San. Itu menimbulkan reaksi pada seluruh penghuni
perumahan, terutama istri Tuan Yoon, Nyonya Yang.
Gu
San dan Yeon-yi diizinkan untuk tinggal di rumah keluarga Yoon, setelah mereka
terbukti mampu menyembuhkan putri Tuan Yoon, Cho-ok, yang menderita penyakit
parah dan misterius. Yeon-yi senang tinggal di sana, disayangi oleh Tuan Yoon
yang sudah seperti ayahnya sendiri, dan menjalin hubungan dengan Tuan muda Jo
Jung-kyu, putra hakim Jo. Tapi lambat laun, dia dan Ibunya merasa tidak tenang
dan terancam. Mereka mengalami tekanan, seperti Nona Cho-ok yang menindas
Yeon-yi karena cemburu asmara, Nyonya Yang dan selir Kye-hyang yang menyudutkan
Gu San, dan yang paling berbahaya : Rencana rahasia Tuan Yoon.
Menurut
seorang Shaman (dukun) bernama Man-shin, penyakit Cho-ok hanya akan benar-benar
pulih bila disembuhkan dengan hati (liver) anak manusia yang seumuran
dengannya. Berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan, Yeon-yi lah gadis yang
tepat untuk dijadikan pengorbanan sebagai obat Cho-ok. Mau tidak mau, Tuan Yoon
menyiapkan ritual demi lancarnya upacara pengorbanan itu. Nyonya Yang juga
setuju, apalagi saat itu Cho-ok kembali sekarat.
Sementara
itu, Yeon-yi mulai menyadari bahwa dirinya adalah Gumiho, siluman rubah ekor
sembilan. Meski begitu, dia belum tahu tentang jati diri Ibunya yang juga
seekor Gumiho.
Rencana
Tuan Yoon mulai terkuak. Hakim Jo, Gu San, dan seorang pria misterius yang
menyukai Gu San, berusaha menggagalkannya, namun terlambat. Yeon-yi berhasil
dibunuh.
Apakah
pembalasan dendam Gu San atas kematian putrinya akan terwujud? Apa identitasnya
sebagai Gumiho akan terbongkar? Siapa Man-shin sebenarnya? Apa Yeon-yi akan
bangkit kembali? Lalu bagaimana akhir riwayat keluarga Yoon?
Ulasan
Hampir
semua tema dalam serial ini adalah favorit saya, khususnya Mother-child
Relationship dan Dark-Supernatural. Inilah yang membuat saya tertarik untuk
mengikutinya meski tidak dari awal (saya mulai ikuti dari episode 13, kalau
tidak salah). Tema moralnya juga berkesan. Bukan hanya tentang kiat seseorang
menjaga keutuhan keluarganya, tapi juga mengingatkan bahwa bisa jadi, manusia
lebih buruk daripada sosok monster-monster yang dikenal selama ini. Hal itu
dijelaskan dari kewaspadaan Gu San. Dia sempat berpesan pada Yeon-yi, “Jangan
pernah percaya pada manusia”. Dan kenyataannya, banyak yang mengkhianati
dirinya dan putrinya demi berbagai kepentingan, padahal mereka tidak bersalah.
Alur
ceritanya runtut, mudah dimengerti. Bahkan penonton yang tidak menyaksikan dari
awal masih bisa memahami keseluruhan ceritanya. Karena di tiap episodenya,
biasanya terdapat flashback acak yang mengacu pada adegan-adegan sebelumnya,
dan terhubung dengan adegan yang sedang berlangsung. Flashback itu bisa berupa
cuplikan adegan atau penjelasan lewat dialog.
Detail-detail
adegannya terasa sangat nyata, meski ada beberapa yang terasa berlebihan, tapi
sayang untuk dilewatkan sedetik saja. Mulai dari bagaimana Gu San
bertransformasi menjadi Gumiho, cara dia menyembuhkan Yeon-yi dengan batu giok
rubah, penderitaan delusional Cho-ok yang tengah sekarat, sampai proses
pengorbanan Yeon-yi. Aksi pertarungan duel pun cukup sering disuguhkan, tapi
gerakannya masih terasa kaku.
Di serial ini juga ditampilkan banyak intrik-intrik
magis ala Korea kuno. Seperti pemanggilan roh dengan makanan yang dilumuri
darah, serbuk pembuka kedok siluman, lengkap dengan pernak-pernik misterius.
Adegan berdarah juga bertebaran di sepanjang cerita. Semua detail itu mampu
menciptakan suasana penasaran, tegang, dan mencekam, namun juga mengharukan.
Hanya
saja saya kurang suka dengan episode-episode awal. Di situ intrik ala sinetron
banyak bermunculan, terutama bullying yang menimpa Yeon-yi oleh anak-anak Tuan
Yoon.
Penempatan
setting pada drama ini dirasa tepat. Pemandangan pegunungan rindang yang
berbatu, beserta rumah-rumah adat Korea, busana tradisional dan adat istiadat
orang-orang di sekitarnya, cukup membuat saya sering lupa bahwa itu hanya film.
Pengambilan tiap scene pada kamera pun bervariasi dan sesuai dengan situasi
pada adegan. Berguncang di saat-saat tegang, dan ada pula scene dari sudut
celah ruangan sehingga wajah tokohnya terpantul di banyak sisi (ini biasanya
saat konversasi rahasia di dalam ruangan).
Karena serial ini berkisah tentang siluman rubah,
make-up khusus pasti dibutuhkan untuk membangun sosok jejadian tersebut,
sementara efek animasi tidak banyak diandalkan di sini. Make-up Gu San dan
Yeon-yi (dalam Gumiho mode) cukup mengerikan dengan lensa mata kekuningan dan
bulu-bulu, walau masih terlihat palsu.
Salah satu hal yang paling menarik untuk
diperhatikan pada serial drama ini, adalah penokohan dan akting para
pemerannya.
Sang protagonis, Gu San-daek, adalah wanita yang
sangat keibuan, penyayang, dan sigap dalam segala situasi. Pengalaman di alam
liar membuatnya selalu waspada terhadap apapun dan siapapun. Meski dia kerap
merasa tidak nyaman di mana saja, dia masih bisa ramah dengan orang yang nampak
baik dan perhatian padanya, dan tidak ada kesombongan dalam dirinya. Namun bila
sekali saja diserang, Gu San tidak akan segan untuk membalas berkali-kali
lipat. Dia membenci setiap bentuk penindasan, apalagi menyadari bahwa dirinya
yang seekor siluman bisa dianggap sebagai musuh bagi manusia lain.
Gu
San punya naluri keibuan yang kuat. Dia akan melakukan apapun demi melindungi
Yeon-yi. Bahkan saat Tuan muda Jung-kyu mulai tahu identitas Yeon-yi, Gu San
sempat berniat untuk melenyapkannya. Sebagai seekor Gumiho, indera pendengar
dan penciumannya sangat sensitif, sehingga mudah baginya untuk mendeteksi
ancaman di sekitarnya.
Han Eun-jung benar-benar menjiwai karakter Gu San
dalam aktingnya. Sorot matanya yang mencolok ketika terancam, panik atau marah,
kecemasan, teriakan dan tangisan yang menyayat hati saat kehilangan Yeon-yi,
seringai senyumnya saat berencana balas dendam, semuanya bisa membawa jiwa
penonton masuk padanya. Bentuk wajahnya yang panjang pun tampak sangat cocok
dengan imej wanita siluman rubah. Cantik, tapi ada aura mistis di dalamnya.
Tapi terkadang saya kurang sreg melihat dia menoleh ke belakang di situasi
tertentu. Kesannya seperti dibuat-buat.
Yeon-yi adalah gadis kecil yang polos, ceria, ramah
dan murah hati. Dia senang bermain di alam liar, dengan bunga dan
kunang-kunang. Dia juga pandai melukis. Dia ingin bermain dengan siapa saja,
walau banyak yang menolaknya karena dirinya dianggap sebagai orang rendahan.
Karena kepolosannya, Yeon-yi sulit untuk mencurigai orang-orang di dekatnya.
Itu yang membuatnya sering berdebat dengan Ibunya yang menyuruhnya untuk
berhati-hati. Sampai akhirnya dia dibunuh oleh Tuan Yoon, yang sudah dilihatnya
sebagai pelindung. Bisa dibilang, dia adalah tokoh yang paling naas nasibnya di
drama ini.
Seperti
Ibunya, Yeon-yi tidak akan mengampuni siapapun lagi bila sudah dikhianati. Dia
pun akan menghukum orang yang menyakit Ibunya. Selain itu, Yeon-yi juga
mewarisi sifat-sifat Gumiho dari Gu San, seperti indera pendengar dan pencium
yang tajam. Tapi transformasinya tidak sedrastis Gu San.
Pemeran Yeon-yi, Kim Yoo-jeong, sudah sering saya
lihat performanya di beberapa serial TV seperti Dong-yi, maka wajahnya tidak
terasa asing. Akting serta raut mukanya yang manis dan kalem, sangat mewakili
kepolosan si anak rubah. Ketika marah dan sedih pun dia masih terlihat lugu,
anggun dan menawan.
Karakter Tuan Yoon Doo-soo adalah yang paling
kompleks menurut saya. Sejatinya dia adalah seorang aristokrat yang bijaksana
dan terbuka, sekaligus seorang Ayah yang baik. Dia usahakan banyak hal demi
kesembuhan Cho-ok, dan dia sering menemani Yeon-yi. Bahkan dia pernah
memberikan perangkat melukis untuk Yeon-yi. Tapi sifat naifnya bisa
menjerumuskannya pada kejahatan besar.
Dia
terus disudutkan oleh istrinya yang juga cemburu pada Gu San. Tuan Yoon disiksa
oleh dilema, antara Cho-ok dan Yeon-yi. Setelah membunuh Yeon-yi pun dia terus
dihantui rasa bersalah dan tidak pernah tenang. Keterpaksaan itu, dorongan
untuk tetap menyembunyikan perbuatan kriminalnya, serta tekanan dari banyak
orang di dekatnya, membuat tindakannya semakin tak terkendali.
Jang
Hyun-sung mampu menampilkan sosok Tuan Yoon yang penuh kebimbangan dan tekanan.
Wajahnya memaparkan aura hangat dan bijaksana, namun di saat-saat terdesak, dia
bisa berteriak seperti orang gila dan mengayunkan pedangnya pada leher siapa
saja.
Nyonya Yang, istri Tuan Yoon, saya anggap sebagai
tokoh yang paling menyebalkan di sini. Angkuh, diskriminatif, licik, dan ingin
menang sendiri. Selalu merasa tinggi dan meremehkan orang lain, khususnya Gu
San. Dialah yang terus mendesak suaminya untuk terus melakukan kejahatan,
dengan dalih menjaga keutuhan keluarganya. Sisi baiknya, dia Ibu yang
over-protektif pada Cho-ok. Dia pun rela dibunuh demi putrinya.
Wajah
Kim Jung-nan terlihat pas sebagai wanita bangsawan yang berusaha selalu menjaga
martabatnya. Lembut, tapi juga punya tatapan mata tajam untuk mengintimidasi
lawannya. Karisma keangkuhan Nyonya Yang juga dapat dia tampilkan.
Yoon Cho-ok agak-agaknya mewarisi tabiat Ibunya.
Diskriminatif, sombong, egois, dan manja. Dia nyaris selalu bicara kasar dan membentak
pada semua orang, hanya akan berlemah-lembut pada kedua orang tuanya. Penyakit
yang dideritanya pun tidak membuatnya sadar diri.
Awalnya
saya lihat dia sebagai bocah yang menjengkelkan. Namun di akhir cerita, saya
malah kasihan padanya. Dia harus jadi korban atas kejahatan orang tuanya.
Akting
si cantik mungil Seo Shin-ae adalah salah satu yang paling membuat saya
terpukau. Dia terlihat tegas saat marah, tapi juga memelas saat kesakitan atau
sedih, dan menggemaskan di saat gembira. Yang paling mengagumkan adalah ketika
dia harus memerankan dua karakter yang berbeda, yaitu Cho-ok dan Yeon-yi (di
dalam cerita, Cho-ok sempat dirasuki roh Yeon-yi untuk beberapa lama).
Saat menjadi Cho-ok, dia menampakkan muka jutek,
seolah siap ‘menyemprot’ semua yang menganggunya atau tidak menuruti
perintahnya. Dia juga senang menari-nari dan melahap permen dengan rakus.
Ketika menjadi “Yeon-yi”, dia bisa berlaku
lemah-lembut dan tenang. Raut wajahnya jadi lebih sendu. Tapi dia mampu beraksi
sebagai anak siluman. Mencari jalan dengan pendengarannya, juga menyerang Tuan
Yoon dengan penuh amarah dan dendam.
Selain
mereka, masih ada banyak tokoh yang menarik perhatian. Chun-woo si pengagum
rahasia Gu San yang selalu rela berkorban, dukun Man-shin yang sulit ditebak,
hakim Jo yang licik, dan para pelayan keluarga Yoon yang setia. Timbal balik
masing-masing dengan dampak psikologis yang masuk akal, didukung dengan akting
para pemeran yang mampu membangkitkan suasana depresif dan emosional. Sehingga
para penonton mudah bersimpati pada mereka.
Dialog
antar tokohnya tidak murahan, tapi juga tidak terlalu puitis. Kerap berpanjang
lebar, tapi pesannya tetap kuat untuk memancing hati penonton.
Yang
paling menyentuh hati saya di serial ini, tentunya adalah hubungan Ibu dan
anak, antara Gu San dan Yeon-yi.
Ikatan batin keduanya sangat erat, saling menyayangi
dan melindungi. Kebersamaan mereka pun diibaratkan oleh Gu San pada Yeon-yi,
“Kemanapun jarum pergi, benang harus selalu ikut”. Gu San mengupayakan banyak
hal agar mereka tidak terpisah jauh. Seperti memasangkan hiasan lonceng pada
pakaian Yeon-yi, dan membuat nyanyian : “Kau ada dimana?”, “Aku masih jauh.”,
sampai seterusnya.
Mereka
benar-benar membuktikan bahwa Ibu dan anak adalah satu jiwa yang tak dapat dipisahkan,
sekalipun salah satunya telah mati.
Kisah romansa juga disisipkan dalam kisah ini.
Hubungan cinta Tuan Muda Jung-kyu dan Yeon-yi berjalan apa adanya, tidak
berlebihan, namun tetap manis. Mereka banyak menghabiskan waktu di alam. Namun
entah kenapa saya merasa chemistry mereka kurang ngena. Jung-kyu cukup tampan
dan karismatik sebagai putra bangsawan, tapi saya lihat dia kurang cocok dengan
Yeon-yi. Mungkin karena Yeon-yi masih terlalu kecil, atau karena Jung-kyu tipe
pemuda yang lemah. Selama kencan, Yeon-yi yang sering menyelamatkan nyawa
Jung-kyu. Dan saat Yeon-yi tewas, dia tidak bisa apa-apa, selain berteriak dan
mengigau dalam tidurnya.
Malah
menurut saya, Yeon-yi lebih serasi dengan Yoon Chung-il, putra sulung selir
Kye-hyang. Awalnya Chung-il begitu merendahkan Yeon-yi, tapi lama kelamaan dia
bersimpati pada gadis kecil itu. Dia bahkan membela Yeon-yi habis-habisan di
hadapan orang tuanya. Sayangnya pertemuan mereka kurang dieksplor. Sehingga
yang terlihat adalah Chung-il yang terus memendam rasa pada Yeon-yi, pun
setelah kematiannya.
Satu
hal lagi yang menghipnotis saya pada serial drama ini, adalah musiknya.
Mayoritas
BGM-nya bernuansa Korea kuno, lengkap dengan suara gendang dan seruling yang
khas, tapi juga memiliki atmosfir kelam dan mistis yang menghantui juga
menegangkan. Masing-masing dipasang pada adegan-adegan yang tepat, sehingga
penonton semakin terbawa suasana. Misalnya dua BGM ini. (TRAILER)
Paduan apik antara detail adegan, akting, chemistry,
dan musik itulah yang membuat saya belum juga bosan menyaksikan setiap episode
serial ini, walau sudah diputar ulang berkali-kali di channel LBS sejak lebih
dari setahun yang lalu.
Karena itulah, saya akan bilang K-drama “The Revolt
of Gumiho” ini AMAZEPIC! Mungkin saya tidak bisa merekomendasikan serial ini
untuk yang tidak tahan terhadap horor atau adegan berdarah (gore). Tapi untuk
yang menyukai hal-hal berbau magic/supernatural dan menginginkan ketegangan
emosional sekaligus menyentuh hati, maka ini akan memberikan kisah yang tak
terlupakan.
Sekian Guest review dari Khi-Khi Kiara... Terima kasih sudah membaca dan jangan lupa dengar apa kata Yui di samping. Sampai jumpa sampai saya memikirkan sesuatu yang lain.